Jumat, 04 Mei 2012

PERLUNYA UNDANG – UNDANG PRAKTEK KEPERAWATAN SEGERA DI GOAL KAN!


Perawat merupakan salah satu profesi yang selalu berhubungan dan berinteraksi langsung dengan klien, baik itu klien sebagai individu, keluarga, maupun masyarakat.
Oleh karena itu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dituntut untuk memahami dan berperilaku sesuai dengan etik keperawatan. Agar seorang perawat dapat bertanggungjawab dan betanggunggugat maka seorang perawat harus memegang teguh nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri, yaitu : perawat membantu klien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi klien mengekspresikan kebutuhanya, perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berlaku sebagai advokat bagi klienya, perawat menjaga kerahasiaan klien, berorientasi pada akuntabilitas perawat dan perawat bekerja dalam lingkungan yang kompeten,etik dan aman (CAN, 2001).
Sering kali kita mendengar perawat masih diperlakukan kurang adil di mata hukum Indonesia baik di daerah –daerah terpencil ataupun di kota-kota besar. Perawat masih dipandang sebelah mata saja, hal ini terjadi karena di Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Praktek keperawatan.
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Evolusi perkembangan sistem pelayanan kesehatan telah mengubah peran dan tanggungjawab perawat secara signifikan. Dalam perkembangan lebih lanjut, perawat dituntut untuk bertanggungjawab memberikan praktik keperawatan yang aman dan efektif serta bekerja dalam lingkungan yang memiliki standar klinik yang tinggi (Mahlmeister, 1999). Standar klinik akan memberikan pedoman dan petunjuk bagi perawat agar mereka tidak melakukan malpraktik dan menghindarkan klien dari dampak yang buruk.
Sebelum kita tahu lebih dalam tentang undang- undang praktik keperawatan terlebih dahulu hendaknya  kita tahu secara singkat beberapa undang- undang yang ada di indonesia yang berkaitan peraktik keperawatan.
UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya.

UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (Jahmono, 1993).
Terakhir adalah PERMENKES No. 148 tahun 2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek perawat. Dalam peraturan ini seorang perawat bisa melakukan praktek keperawatan mandiri setelah mendapatkan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP) dan minimal berpendidikan D3 Keperawatan. Pada pasal 9 di jelaskan perawat dalam melakukan praktek harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :
Tujuan utama
Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik  masyarakat maupun perawat
Tujuan Khusus
·    Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
·     Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
·     Menetapkan standar pelayanan keperawatan
·     Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
·     Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
·     Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.

Undang- Undang praktik Keperawatan di Indonesia
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei dan Hari Perwat Nasional, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:

1)     Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).
2)     Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
3)      Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4)     Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.

Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum, bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan ”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar