Rabu, 23 November 2011

Gangguan Sel Darah Putih

Gangguan Sel Darah Putih

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan sel darah putih dapat mengenai setiap lapisan sel atau semua lapisan sel dan umumnya disertai gangguan pembentukan atau penghancuran dini.

Leukositosis menunjukkan peningkatan leukosit yang umumnya melebihi 10.000/mm3. Granulositosis menunjukkan peningkatan granulosit, tetapi sering digunakan hanya untuk menyatakan peningkatan neutrofil; jadi sebenarnya, neutrofilia merupakan istilah yang lebih tepat. Leukosit meningkat sebagai respons fisiologis untuk melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Terhadap respons infeksi atau radang akut, neutrofil meninggalkan kelompok marginal dan memasuki daerah infeksi; sumsum tulang melepaskan sumber cadangannya dan menimbulkan peningkatan granulopoiesis. Karena permin¬taan yang meningkat ini, bentuk neutrofil limatur, yaitu yang dinamakan neutrofil batang, yang memasuki sirkulasi meningkat, proses ini dinamakan “pergeseran ke kiri” (lihat Gambar Berwarna 19). Bila infeksinya mereda, maka neutrofil berkurang dan monosit meningkat (monositosis). Pada resolusi yang progresif, monosit berkurang dan terjadi limfositosis (limfosit bertambah) ringan, serta eosinofifia (eosinofil bertambah). Reaksi leukemoid menyatakan keadaan leukosit yang meningkat disertai peningkatan bentuk imatur yang mencapai 100.000/MM3. Ini akibat respons terhadap infeksi, toksik, dan peradangan serta terjadi juga pada keganasan, terutama payudara, ginjal, paru, dan karsinoma metastatik (Beck, 1991). Gangguan dengan terjadinya peningkatan umum dalam sel-sel pembentuk darah dinamakan gangguan mielo¬proliferatif.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Jelaskan Definisi dari Netrofilia?
2. Jelaskan Sifat pertahanan netrofil dan makrofag terhadap infeksi?
3. Bagaimana fagositosis yang dilakukan oleh netrofil?
4. Bagaimana peran netrofil dan makrofag pada peradangan?
5. Bagaimana respon netrofil dan makrofag selama peradangan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan definisi dari netrofil.
2. Agar dapat menjelaskan tentang sifat pertahanan netrofil dan makrofag terhadap infeksi.
3. Untuk memahami fagositosis yang dilakukan oleh netrofil.
4. Untuk memahami peran netrofil dan makrofag pada peradangan.
5. Untuk mengetahui respon netrofil dan makrofag selama peradangan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Neutrofilia
Neutrofilia juga terjadi sesudah keadaan stres, seperti kerja fisik berat atau penyuntikan epinefrin. Ini adalah “pseudoleukositosis” karena granulopoiesis dalam sumsum tulang tidak ditambah dan jumlah granulosit dalam tubuh sebenarnya tidak meningkat. Granulosit dilepaskan dan kelompok marginal sehingga jumlah granulosit yang dapat ditarik ke dalam alat penentuan sampel bertambah. Pengobatan dengan kortikosteroid juga mengakibatkan pseudoleukositosis. Kortikoste¬roid diduga meningkatkan pelepasan granulosit dari cadangan sumsum serta menghalangi marginasi ranulosit, yang mengakibatkan leukosit dalam sirkulasi bertambah. Eosinofilia terjadi pada gangguan kulit seperti mikosis fungoides dan eksema; keadaan alergi seperti asma dan hay fever; reaksi obat dan infestasi parasit. Eosinofilia juga ditemukan pada keganasan dan gangguan mieloproliferatif, seperti ada basofilia.
Monositosis ditemukan pada fase penyembuhan infeksi dan pada penyakit granuloma kronik seperti tuberkulosis dan sarkoidosis. Limfositosis menunjukkan
jumlah limfosit yang meningkat. Limfosit yang , diaktifkan oleh rangsang virus atau antigen diubah bentuknya menjadi limfosit atipik yang lebih besar. Sel-sel ini terdapat dalam jumlah besar pada mononukleosis infeksiosa, hepatitis infeksiosa, toksoplasmosis, campak, parotitis, beberapa reaksi alergi (misal, serum sickness, sensitivitas obat), dan limfoma maligna (Schrier, 1979). Selain limfositosis, pasien ini sering menunjukkan pembesaran hati, lien, dan kelenjar getah bening, yang semuanya merupakan tempat pembentukan limfosit.
Leukopenia menunjukkan jumlah leukosit yang menurun, dan neutropenia menunjukkan penurunan jumlah absolut neutrofil. Karena peran neutrofil pada pertahanan pejamu, maka jumlah neutrofil absolut yang kurang dari 1000/mm3 merupakan predisposisi terkena infeksi; jumlah di bawah 500 /mm3 merupakan predisposisi terhadap infeksi yang mengancam kehidupan yang sangat berbahaya. Neutropenia dapat disebabkan oleh pembentukan neutrofil yang tidak efektif dan gangguan pembentukan neutrofil, yang ditemukan pada anemia hipoplastik atau aplastik yang disebabkan oleh obat sitotoksik, zat-zat toksik, dan infeksi virus; kelaparan; dan penggantian sumsum tulang normal oleh sel-sel ganas, seperti pada leukemia.
Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan tidak adanya neutrofil. Agen penyebab umumnya adalah obat yang mengganggu pemben¬tukan sel atau meningkatkan penghancuran sel. Obat-¬obat yang sering dikaitkan adalah agen-agen kemo¬terapi mielosupresif (menekan surnsurn tulang) yang digunakan pada pengobatan keganasan hematologi dan keganasan lainnya. Obat yang makin banyak dan sering digunakan seperti analgetik, antibiotika, dan anuhistamin, diketahui mampu menyebabkan neutro¬penia atau agranulositosis berat. Respons terhadap obat-obat ini berkaitan dengan dosis atau reaksi idiosinkrasi.
Perubahan kromosom rekuren terjadi pada lebih dari separuh kasus leukemia, dan terjadi hanya pada sel hematopoietik ganas (Bloomfield, Caligiuri, 2001).
Gejala agranulositosis yang sering dijumpai adalah infeksi, rasa malaise umum (rasa tidak enak, kele¬mahan, pusing, dan sakit otot) diikuti oleh terjadinya tukak pada membran mukosa, demam, dan takikardia. Jika agranulositosis tidak diobati, dapat terjadi sepsis dan kematian. Menghilangkan agen penyebab sering menghambat dan menyembuhkan proses tersebut disertai peningkatan pembentukan neutrofil dan unsur-unsur sumsum normal lainnya.
B. Sifat Pertahanan Netrofil dan Makrofag Terhadap Infeksi
Ternyata, netrofil dan makrofag jaringan yang terutama menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, dan agen¬-agen merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Netrofil adalah sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri, bahkan di dalam darah sirkulasi. Sebaliknya, makrofag jaringan memulai hidup seba¬gai monosit darah, yang merupakan sel imatur walaupun tetap berada di dalam darah dan memiliki sedikit kemam¬puan untuk melawan agen-agen infeksius pada saat itu. Namun, begitu makrofag masuk ke dalam jaringan, sel-¬sel ini mulai membengkak kadang-kadang diameternya membesar hingga lima kali lipat—sampai sebesar 60 hingga 80 mikrometer, suatu ukuran yang hampir dapat dilihat dengan mata telanjang. Sel-sel ini sekarang dise-but makrofag, dan mempunyai kemampuan hebat untuk memberantas agen-agen penyakit di dalam jaringan.
Sel Darah Putih Memasuki Ruang Jaringan de¬ngan Cara Diapedesis. Netrofil dan monosit dapat terperas melalui pori-pori kapiler darah dengan cara diapedesis. Jadi, walaupun sebuah pori ukurannya jauh lebih kecil daripada sel, pada suatu ketika sebagian ke¬cil sel tersebut meluncur melewati pori-pori; bagian yang meluncur tersebut untuk sesaat terkonstriksi sesuai dengan ukuran pori, seperti yang terlihat pada Gambar 33-2.
Sel Darah Putih Bergerak Melewati Ruang Jaring¬an dengan Gerakan Ameboid. Netrofil dan makro¬fag dapat bergerak melalui jaringan dengan gerakan ame¬boid seperti yang dijelaskan di Bab 2. Beberapa sel dapat bergerak dengan kecepatan 40 /menit, sepanjang ukuran tubuhnya sendiri setiap menit.
Sel Darah Putih Tertarik ke Daerah Jaringan yang Meradang dengan Cara Kemotaksis. Banyak je¬nis zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan netrofi I dan makrofag bergerak menuju sumber zat kimia. Fenomena ini, seperti yang tampak pada Gambar 33-2, dikenal sebagai kemotaksis. Bila suatu jaringan mengalami pe¬radangan, sedikitnya terbentuk selusin produk yang dapat menyebabkan kemotaksis ke arah area yang mengalami peradangan. Zat-zat ini adalah (1) beberapa toksin bakteri atau virus, (2) produk degeneratif dari jaringan yang me¬radang itu sendiri, (3) beberapa produk reaksi “kompleks komplemen” (dibicarakan di Bab 34) yang diaktifkan di jaringan yang meradang, dan (4) beberapa produk reaksi yang disebabkan oleh pembekuan plasma di area yang me-radang, dan juga zat-zat lainnya.
Seperti yang terlihat pada Gambar 33-2, proses ke¬motaksis bergantung pada perbedaan konsentrasi zat-zat kemotaktik. Pada daerah dekat sumber, konsentrasi zat-¬zat ini paling tinggi, dan menyebabkan gerakan sel darah putih yang terarah. Kemotaksis efektif sampai jarak 100 mikrometer dari jaringan yang meradang. Karena hampir tidak ada area jaringan yang jauhnya lebih dari 50 mikro¬meter dari kapiler, maka sinyal kemotaktik dapat dengan mudah memindahkan sekelompok sel darah putih dari ka¬piler ke daerah yang meradang.
C. Fagositosis
Fungsi netrofil dan makrofag yang terpenting adalah fa¬gositosis, yang berarti pencernaan seluler terhadap agen yang mengganggu. Sel fagosit harus memilih bahan-ba¬han yang akan difagositosis; kalau tidak demikian, sel normal dan struktur tubuh akan dicerna pula. Terjadinya fagositosis terutama bergantung pada tiga prosedur selek¬tif berikut.
Pertama, sebagian besar struktur alami dalam jaringan memiliki permukaan halus, yang dapat menahan fagosito¬sis. Tetapi jika permukaannya kasar, maka kecenderungan fagositosis akan meningkat.
Kedua, sebagian besar bahan alami tubuh mempunyai selubung protein pelindung yang menolak fagositosis. Se¬baliknya, sebagian besar jaringan mati dan partikel asing tidak mempunyai selubung pelindung, sehingga jaringan atau partikel tersebut menjadi subjek untuk difagositosis.
Ketiga, sistem imun tubuh (dijelaskan dengan rinci di Bab 34) membentuk antibodi untuk melawan agen in¬feksius seperti bakteri. Antibodi kemudian melekat pada membran bakteri dan dengan demikian membuat bakte¬ri menjadi rentan khususnya terhadap fagositosis. Untuk melakukan hal ini, molekul antibodi juga bergabung de¬ngan produk C3 dari kaskade komplemen, yang merupa¬kan bagian tambahan sistem imun yang akan dibicarakan di Bab 34. Molekul C3 kemudian melekatkan diri pada reseptor di atas membran sel fagosit, dengan demikian memicu fagositosis. Proses seleksi dan fagositosis ini di¬sebut opsonisasi.
Fagositosis oleh Netrofil. Netrofil sewaktu memasuki jaringan sudah merupakan sel-sel matur yang dapat sege¬ra memulai fagositosis. Sewaktu mendekati suatu partikel untuk difagositosis, mula-mula netrofil melekatkan diri pada partikel kemudian menonjolkan pseudopodia ke semua jurusan di sekeliling partikel. Pseudopodia bertemu satu sama lain pada sisi yang berlawanan dan bergabung. Hal ini menciptakan ruangan tertutup yang berisi partikel yang sudah difagositosis. Kemudian ruangan ini berinva¬ginasi ke dalam rongga sitoplasma dan melepaskan diri dari membran sel bagian luar untuk membentuk gelem¬bung fagositik yang mengapung dengan bebas (juga di¬sebut fagosom) di dalam sitoplasma. Sebuah sel netrofi I biasanya dapat memfagositosis 3 sampai 20 bakteri sebe¬turn sel netrofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati.
Fagositosis oleh Makrofag. Makrofag merupakan produk tahap akhir monosit yang memasuki jaringan dari dalam darah. Bila makrofag diaktifkan oleh sistem imun seperti yang dijelaskan di Bab 34, makrofag merupakan sel fagosit yang jauh lebih kuat daripada netrofil, sering kali mampu memfagositosis sampai 100 bakteri. Makro¬fag juga mempunyai kemampuan untuk menelan partikel yang jauh lebih besar, bahkan sel darah merah utuh, atau, kadang-kadang, parasit malaria, sedangkan netrofil tidak mampu memfagositosis partikel yang jauh lebih besar dari bakteri. Makrofag setelah memakan partikel, juga dapat mengeluarkan produk residu dan sering kali dapat bertahan hidup serta berfungsi sampai berbulan-bulan kemudian.
Setelah Difagositosis, Sebagian Besar Partikel Dicerna oleh Enzim Intraseluler. Segera setelah partikel asing difagositosis, lisosom dan granula sitoplasmik lainnya segera datang untuk bersentuhan dengan gelembung fagositik, dan membrannya bergabung dengan membran pada gelembung, selanjutnya mengeluarkan ba¬nyak enzim pencernaan dan bahan bakteri sidal ke dalam gelembung. Jadi, gelembung fagositik sekarang menjadi gelembung pencerna, dan segera dimulailah proses pencernaan partikel yang sudah difagositosis.
Netrofil dan makrofag, keduanya mempunyai sejum¬lah besar lisosom yang berisi enzim proteolitik yang khu¬sus dipakai untuk mencema bakteri dan bahan protein asing lainnya. Lisosom yang ada pada makrofag (tetapi tidak pada netrofil) juga mengandung banyak lipase, yang mencerna membran lipid tebal yang dimiliki oleh bebera¬pa bakteri tertentu seperti basil tuberkulosis.

Netrofil dan Makrofag Dapat Membunuh Bakte¬ri. Selain mencerna bakteri yang dicerna dalam fagosom, netrofil dan makrofag juga mengandung bahan bakteri ¬sidal yang membunuh sebagian besar bakteri, bahkan bila enzim lisosomal gagal mencerna bakteri tersebut. Hal ini menjadi demikian penting sebab beberapa bakteri mem¬punyai selubung pelindung atau faktor lain yang mence¬gah penghancurannya oleh enzim pencernaan. Banyak efek pembunuhan merupakan hasil dari beberapa bahan pengoksidasi kuat yang dibentuk oleh enzim dalam mem¬bran fagosom, atau oleh organel khusus yang disebut pe¬roksisom. Bahan pengoksidasi ini ialah sejumlah besar su¬peroksida (02-), hidrogen peroksida (H2O2 ), dan ion-ion hidroksil (—OH-), semuanya bersifat mematikan bagi sebagian besar bakteri, bahkan bila bahan pengoksidasi itu jumlahnya sedikit. Selain itu, salah satu enzim lisosom, yaitu mieloperoksidase, mengatalisis reaksi antara H2O2 dan ion klorida untuk membentuk hipoklorit, yang secara luas bersifat bakterisid.
Namun, beberapa bakteri, khususnya basil tuberkulo¬sis, mempunyai selubung yang bersifat resisten terha¬dap pencernaan oleh lisosom dan juga mengekresikan zat-zat yang memiliki ketahanan parsial terhadap efek pembunuhan dari netrofil dan makrofag. Bakteri seperti ini berperan pada banyak penyakit kronik, dan salah satu contohnya adalah tuberkulosis.

D. Peradangan Peran Netrofil dan Makrotag
Peradangan
Bila terjadi. cedera jaringan, entah karena bakteri, trauma, bahan kim ia, panas, atau fenomena lainnya, maka jaringan yang cedf--ra itu akan melepaskan berbagai zat yang me¬nimbulkan perubahan sekunder yang dramatis di sekeli¬ling jaringan yang tidak cedera. Keseluruhan kompleks perubahan jaringan ini disebut peradangan (inflamasi).
Peradangan ditandai oleh (1) vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan; (2) peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang interstisial (3) sering kali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler da¬lam jumlah besar; (4) migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan, dan (5) pembengkakan sel jaringan. Beberapa dari sekian banyak produk jaringan yang menimbulkan reaksi ini adalah histamnin, bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reak¬si sistem komplemen (yang dijelaskan di Bab 34), produk reaksi sistem pembekuan darah, dan berbagai substansi yang disebut limfokin yang dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (bagian dari sistem imun juga dibicarakan di Bab 34). Beberapa dari substansi ini dapat mengaktifkan sistem makrofag dengan kuat, dan dalam waktu beberapa jam, makrofag mulai melahap jaringan yang telah dihan¬curkan. Tetapi pada suatu saat, makrofag selanjutnya juga dapat mencederai sel-sel jaringan yang masih hidup.
Pembatasan (“Walling Off”) Efek Peradangan. Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pem¬batasan (“wall off”) area yang cedera dari sisa jaringan yang tidak, mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang. meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.
Intensitas proses peradangan biasanya sebanding dengan derajat cedera. jaringan. Contohnya, ketika sta¬filokokus yang memasuki jaringan melepaskan banyak sekali toksin yang mematikan sel-sel. Akibatnya, tim¬bul peradangan dengan cepat bahkan, jauh lebih cepat daripada kemampuan stafilokokus untuk menggandakan diri dan melakukan penyebaran. Jadi, infeksi stafilokokus setempat ditandai dengan cepat4ya pembentukan dinding pembatas dan pencegahan penyebaran ke seluruh tubuh. Sebaliknya, streptokokus tidak menimbulkan kerusakan jaringan lokal yang hebat. Sehingga, proses pembentukan dinding pembatas berjalan lamban selama beberapa jam, sementara banyak streptokokus yang berkembang biak dan bermigrasi. Akibatnya, streptokokus sering kali lebih cenderung menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan kematian daripada stafilokokus, walaupun sebenarnya stafilokokus jauh lebih merusak jaringan.


E. Respons Makrofag dan Netrofil Selama Peraclangan
Makrofag Jaringan Sebagai Uni Pertahanan Pertama Melawan Infeksi. Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan, berupa histiosit di jaringan subkutan, makrofag alveolus di paru, mikroglia di otak, atau yang lainnya, dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula ter¬jadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang, sebelumnya terikat kemudian lepas dari pelekatannya dan menjadi mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap in¬feksi selama beberapa jam pertama. Jumlah makrofag yang mengalami mobilisasi dini ini sering kali tidak ba¬nyak tetapi. dapat menyelamatkan jiwa
Invasi Netrofil ke Daerah Peradangan Sebagai Lini Pertahanan Kedua. Dalam beberapa jam pertama setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan berasal dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut: (1) Produk terse¬but mengubah permukaan, bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat pada dinding, kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi, dan di¬tunjukkan pada Gambar 32-2. (2) Produk ini menyebab¬kan longgamya pelekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel venula kecil sehingga, terbuka cu¬kup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam ru¬ang jaringan. (3) Produk peradangan lainnya akan menye¬babkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera, seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh ne¬trofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan Asing.
Peningkatan Akut Jumlah Netrofil dalam Da¬rah—”Netrofilics”. Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akut yang berat, jumlah netrofil di da¬lam darah kadang-kadang meningkat, sebanyak empat sampai lima kali lipat dari jumlah normal (4000 sampai 5000) menjadi 15.000 sampai 25.000 netrofil per mikro¬liter. Keadaan ini disebut netrofilia, yang berarti terjadi peningkatan jumlah netrofil dalam darah. Netrofilia di¬sebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan di situ bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam sumsum un¬tuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yang meradang.
Invasi Mokrofag Kedua ke Jaringan Inflamasi Sebagai Lini Pertahanan Ketiga. Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaring¬an yang meradang dan membesar menjadi makrofag. Namun, jumlah monosit dalam sirkulasi darah sedikit: tempat penyimpanan monosit di sumsum tulang juga jauh lebih sedikit daripada netrofil. Oleh karena itu, pembentuk¬an makrofag di area jaringan yang meradang jauh lebih lambat daripada netrofil, dan memerlukan waktu bebera¬pa hari supaya menjadi efektif Selanjutnya, bahkan se¬telah menginvasi jaringan yangmeradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat ba¬nyak; barulah kemudian mencapai kapasitas penuh seba¬gai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari sampai beberapa minggu, makro¬fag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang, seperti yang di¬bahas kemudian.
Seperti yang telah dijelaskan, makrofag dapat mem¬fagositosis jauh lebih banyak bakteri (kira-kira lima kali lebih banyak) dan partikel yang jauh lebih besar, bahkan termasuk netrofil itu sendiri dan sejumlah besar jaringan nekrotik, daripada yang dapat dilakukan oleh netrofil. Makrofag juga berperan penting dalam memicu pemben¬tukan antibodi, seperti yang dibicarakan di Bab 34.
Peningkatan Produksi Granulosit dan Monosit oleh Sumsum Tulang Sebagai Lini Pertahanan Keempat. Lini pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun, hal tersebut memerlukan waktu 3 sampai 4 hari sebelum, granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. Jika te¬rus menerus terdapat perangsangan dari jaringan yang meradang, maka sumsum tulang dapat terus menerus memproduksi sel-sel ini dalam jumlah yang banyak se¬kali selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun, kadang-kadang dengan kecepatan-produksi 20 sampai 50 kali di atas normal.
Pengaturan Umpan Balik Terhadap Respons Makrofag dan Netrofil
Walaupun terdapat lebih dari dua lusin faktor yang terlibat dalam pengaturan respons makrofag terhadap peradang¬an, lima di antaranya dipercaya memiliki peran yang do¬minan. Faktor-faktor ini diperlihatkan pada Gambar 33-6 dan terdiri dari (I) faktor nekrosis tumor (TNF), (2) inter¬leukin-1 (IL-1), (3) faktor perangsang-koloni granulosit¬monosit (GM-CSF), (4) faktor perangsang-koloni granu¬losit (G-CSF), dan (5) faktor perangsang-koloni monosit (M-CSF). Faktor-faktor ini dibentuk oleh sel makrofag yang teraktivasi di jaringan yang meradang, dan sebagian kecil dibentuk oleh sel-sel jaringan yang meradang.

GAMBAR 33-6. Pengaturan produksi granulosit dan monosit ¬makrofag oleh sumsum tulang sebagai respons terhadap berbagai faktor pertumbuhan yang dilepaskan dari makrograf yang teraktivasi dalam jaringan yang meradang. G-CSF, faktor perangsang-koloni granulosit; GM-CSF, faktor perangsang-koloni granulosit-monosit; IL-1, interleukin-1; M-CSF, faktor perangsang-koloni monosit; TNF, faktor nekrosis tumor.
Penyebab peningkatan produksi granulosit dan mo¬nosit oleh sumsum tulang ini terutama adalah tiga fak¬tor perangsang-koloni, satu di antaranya, GM-CSF, me¬rangsang produksi granulosit maupun monosit; dan dua lainnya, G-CSF dan M-CSF, berturut-turut merangsang granulosit dan monosit. Kombinasi antara TNF, IL-1, dan faktor perangsang-koloni merupakan mekanisme umpan balik yang kuat yang dimulai dengan peradangan jaringan, kemudian berlanjut membentuk sejumlah besar sel darah putih pertahanan yang membantu untuk menghilangkan penyebab radang.
Pembentukan Pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bak¬teri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesu¬dah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cair¬an jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan ja¬ringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autolisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam ja¬ringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tan¬da kerusakan jaringan telah hilang.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar